Sekarang studi saya usai. Kondisi saya di tempat kerja pun sudah nyaman, yakni tidak lagi disibukkan dengan mengurus ini-itu, kecuali mengajar dan mengurus tugas-tugas rutin dan musiman lain yang tak begitu berat.
Karenanya, tadi malam, Sabtu 31 Maret 2018, saya mulai menghadiri pengajian ini lagi. Maka selepas salat Magrib, setelah bercanda dengan anak kecilku sebentar di rumah, kemudian saya bergegas pergi ke masjid Annur Blangjruen.
Di sepanjang jalan, langit dipenuhi goresan kilatan halilintar yang saling bersilangan satu sama lain. Sorenya Blangjruen baru saja diguyur hujan lebat setelah sekian lama tanahnya kering kerontang didera kemarau. Maka selepas Magrib, sekalipun tak hujan lagi, halilintar tetap saja masih betah di langit sana. Dalam kondisi cuaca seperti ini, sudah menjadi peraturan tak tertulis, Abu dipastikan tidak akan hadir.
Sekalipun demikian, karena malam ini adalah langkah pertama saya memulai lagi pengajian ini, saya memaksakan diri untuk tetap berangkat. Karena dengar-dengar, jika Abu tidak hadir, pengajian langsung diambil alih oleh Tgk. Imum Chik (sebutan untuk imam dan sekaligus ketua takmir masjid di Aceh), yang dikenal sebagai seorang ulama muda Blangjruen yang sudah tak diragukan lagi kealimannya.
Benar saja, setelah salat Isya, jamaah celingukan sampai akhirnya menyadari bahwa Abu benar-benar tidak datang, maka pengajian pun langsung dipimpin oleh Tgk. Imum Chik. Tentunya dengan materi yang berbeda. Jika Abu Mannan mengambil materi Ilmu tauhid dan fikih, maka Tgk. Imum Chik memilih membahas kitab hadis. Itulah yang disampaikan tadi malam dan malam lain di saat Abu tidak bisa hadir.
Mungkin sebagai oleh-oleh, saya bisa merangkumkannya hasil pengajian semalam di sini. Ada beberapa poin yang saya tangkap dan tentu tidaklah detail. Pertama, salat adalah amalan yang pertama kali dihisab di hari kiamat kelak. Yang menarik dalam uraian tentang ini adalah, bahwa salat sunat kelak akan menutupi kekurangan-kekurangan yang sangat mungkin terjadi pada salat wajib kita, seumpama kurang syarat dan rukunnya secara tidak kita sadari.
Kedua, tempat dimana kita salat dan duduk untuk berzikir kepada Allah, dari mulai tujuh lapis tanah di bawah sampai ke langit yang paling tinggi, akan sangat bahagia dan bahkan tempat itu akan berbangga diri terhadap tempat-tempat lain di sekelilingnya yang pada saat itu sedang tidak diduduki oleh orang salat dan berzikir.
Lebih lanjut lagi, bukan hanya tempat salat dan zikir saja, tempat di mana kita menaruh sandal untuk melakukan perbuatan terpuji itu, juga akan bahagia dan bangga sebagaimana tempat duduk tadi.
Ketiga, amalan wajib tidak akan mampu menghasilkan keterikatan hati antara kita dengan Allah. Yang mampu untuk itu hanyalah amalan-amalan sunat di samping yang wajib. Ini dianalogikan seperti seorang pekerja yang selalu bekerja melebihi apa yang ditugaskan oleh majikannya. Tugasnya hanya mencuci baju, misalnya, tetapi selepas itu ia juga ringan tangan untuk menyapu lantai, di luar tugas wajibnya itu. Pekerja yang semacam inilah biasanya yang akan membuat majikannya menjadi terikat hati kepadanya. Hal senada berlaku juga antara kita dengan Allah.
Keempat, orang beriman yang membaca Alquran laksana buah yang enak rasanya dan wangi pula baunya. Sementara orang beriman jika tidak membaca Alquran maka bagai buah yang enak rasanya tapi tak ada aromanya. Orang munafik yang membaca Alquran, laksana buah yang wangi baunya tapi pahit rasanya.
Kelima, orang-orang yang tidak susah hidupnya di hari kiamat kelak adalah: orang yang hafal Alquran, orang yang selalu melakukan azan selama tujuh tahun, dan seorang budak yang menjaga hak pemiliknya dan juga hak Allah.
Keenam, ada terjadi perdebatan antara langit dan bumi yang di antara dua mereka saling mengklaim bahwa dirinyalah yang paling mulia. Langit bilang, bahwa dialah yang paling mulia, dia punya Arasy dan Kursiy, sebagian besar rahmat Allah diturunkan darinya. Bumi kemudian membalas, bilang bahwa dia memiliki hal yang lebih mulai dari yang tersebut itu semua, yang langit tidak punya. Nabi-nabi, orang-orang saleh, dan para aulia, mereka itu ada di bumi, bukan di langit. Dan, satu lagi, yang membuat langit terkesiap, bahwa bumi memiliki orang-orang yang membaca Alquran. Di situlah langit mengaku kalah.
Setelah bahasan ini dipaparkan, pengajian pun ditutup dengan doa, oleh Tgk. Imum Chik sendiri. Sampai jumpa minggu depan.
__________
1 April 2018
No comments:
Post a Comment