Sunday, September 30, 2018

Enam Belas Jam, Perjalanan Doha-Texas

Penerbangan Doha-Texas. Enam belas jam. Waktu selama itu, jangankan di pesawat terbang, duduk di pos jaga yang sering dilewati puteri bapak kepala desa yang cantik itu saja, bosan.

Apalagi ini di pesawat, hanya gemuruh yang terdengar. Lihat keluar jendela pun percuma. Tidak ada yang bisa dinikmati mata di ketinggian empat puluh ribu kaki ini. Hanya ada parade awan beragam corak yang hanya bisa dinikmati jika kita bekerja di BMKG.

Tambahan lagi, sejak lepas landas dari Doha, tak ada nasi yang tersedia di pesawat. Hanya roti yang dimakan seperti nasi. Saya pilih lauk ayam, yang diramu dengan roti bantal. Kenyang, tapi tetap terasa ada yang kurang.

Kira-kira dua jam sebelum sampai, ada nasi goreng di daftar menu. Tapi sayang, nasi gorengnya dicampur daging kambing. Telah lama saya tidak makan daging kambing. Akhirnya saya pilih makan roti lagi. Lauk ayam lagi.

Di pesawat, hanya ada tiga agenda yang bisa saya lakukan: baca buku, tidur, dan dengar lagu. Yang paling sulit adalah tidur. Saya sulit tidur di pesawat. Baca buku selama enam belas jam ternyata juga bukan pekerjaan yang mudah.

Mata saya harus beristirahat setiap dua jam membaca. Dialihkan ke pemandangan lain. Walaupun hanya sesaat. Dan setelah itu sulit pula untuk kembali mulai menatap lembaran buku. Yang ada malah melamun. Sambil menatap layar monitor depan kursi yang menampilkan jalur tempuh pesawat.

Dengar lagu. Saya pilih lagu yang ada di hape. Rhoma Irama. Ternyata sampai habis lagu Bang Haji Rhoma di daftar putar, perjalanan masih belum sepertiganya. Saya beralih ke daftar lagu di media pesawat. Tak ada yang berbahasa Indonesia.

Saya pilih lagu Arab. Terus memilih kategori klasik. Maksudnya, lagu jadul. Lumayan senang. Ketika melihat ternyata ada album Umi Kaltsum di sederet lagu Arab lama itu.

Saya suka lagu-lagu penyanyi asal Mesir ini. Yang sudah almarhumah lima tahun sebelum saya lahir. Penyanyi yang sempat menggoncang jazirah Arab di tahun 1920-an. Saya penyuka irama kiraat. Dan dari situlah dulu awalnya saya mengenal nama Umi Kaltsum.

Saya punya beberapa lagunya di laptop yang saya unduh dari Youtube. Satu lagu bisa sampai sejam. Berbeda dengan lagu sekarang yang hanya lima menit.

Tapi ini beda, yang ada di daftar putar pesawat ini lain. Entah sudah dipotong atau bagaimana, lagunya lumayan pendek-pendek. Dan juga, lagunya benar-benar jadul. Suara Umi Kaltsum masih melengking tinggi. Berbeda seperti yang banyak beredar di intenet. Berupa rekaman konsernya ketika sudah sepuh. Yang hanya bermain di nada rendah.

Sambil membaca buku, saya terus mendengar lagu ibu Umi Kaltsum ini sampai pesawat menderat mulus di Texas. Di bandara internasional George Bush Intercontinental, kota Houston. Pukul 4.50 sore waktu Texas, atau pukul 4.50 pagi waktu Blangjruen.

Lagu Ummi Kalstum dalam persawat Qatar Airways Doha-Texas
__________
Ditulis di Houston Texas sambil menikmati jetlag di hotel, setelah tertidur dua jam. 27 September 2018

No comments:

Post a Comment