Sunday, September 30, 2018

Houston, Saya Datang

Pendaratan yang mulus. Qatar Airways. Di bandara internasional George Bush Intercontinental. Houston, Texas. Tepat pukul 4.50 sore waktu Texas, atau pukul 4.50 pagi waktu Aceh. September tanggal 26.

Petugas kabin bilang suhu di luar 28 derajat celcius. Tak dingin. Tak pula panas. Houston memang tak dingin. Sekalipun di musim dingin pada bulan-bulan yang berakhiran "ber". Karena dia terletak di Amerika bagian selatan. Dekat garis khatulistiwa. Hanya 29 derajat jaraknya dari garis tengah bumi itu.

Dengar-dengar dari teman, kalau mau lihat salju, maka harus ke Dallas. Salah satu kota besar juga di Texas. Di kampung saya nama Dallas tentu tak asing lagi, karena Dallas adalah nama merek sepatu sekolah terkenel di era 80-an dulu. Saat saya masih SD-SMP.

Wajar saja Dallas itu bersalju, jaraknya sudah 33 derajat menjauh dari garis tengah bumi. Sementara jaraknya dari Houston sekira 4 jam perjalanan bus. Beberapa teman ada rencana mau ke sana. Saat liburan Thanksgiving di bulan November nanti. Saya rencana tidak ikut. Malas.

Thanksgiving ini semacam Idul Fitri di negara kita. Orang-orang Amerika semua mudik. Kumpul bersama keluarganya. Warung-warung tutup. Kota sepi selama seminggu. Jadwal training kami juga diliburkan.

***

Seminggu sebelum ke Texas, saya sempat mengecek di Google Maps. Tanahnya kelihatan tandus. Tapi ketika saya sampai, tepatnya di Houston, ternyata tanahnya subur. Di pinggir jalan rumput tumbuh lebat. Pohon-pohon di hutan kota menghijau.

Saat kami tiba, di sini sedang hujan. Sudah dua hari matahari tak muncul dari balik awan. Hari ini, di pagi tadi, hujannya malah lebat. Membuat rencana belanja ke warung, gagal.

Houston ini kota terbesar keempat di Amerika. Dan saya rasa juga kota industri. Sepanjang jalan dari bandara menuju hotel, saya lihat kiri kanannya dipenuhi segala macam perusahaan.

Di depan perusahaan itu banyak mobil-mobil terparkir rapi. Hampir tak terlihat ada munusia yang berkeliaran di luar gedung. Terlihat seperti sepi. Semua bersembunyi di balik dinding-dinding kantor yang kebanyakan hanya berbentuk segi empat itu.

Terkadang ada juga, sih, satu dua orang muncul. Badannya gemuk-gemuk. Dalam hati saya bertanya, ternyata ada juga orang gemuk di Amerika ini ya? Perasaan, bule-bule yang tur ke Indonesia langsing-langsing.

Tapi, setelah dua hari di sini. Saya jadi tahu. Ternyata orang Texas itu gemuk-gemuk. Dengar-dengarnya lagi, porsi makan orang Texas besar-besar. Porsi dorong kapal. Kalau bahasa Aceh, "porsi tulak kapai". Membuat saya merasa punya banyak saudara di sini.

No comments:

Post a Comment