Sunday, September 30, 2018

Transit di Bandara Doha

Delapan jam 25 menit. Penerbangan dari Jakarta menuju Doha. Dengan pesawat Qatar Airways. Pesawatnya besar. Dua lorong. Saya dapat jatah bangku dekat ekor. Satu deret bangku berselang ke belakang, tempat para pramugari/ra menetap.

Ini adalah penerbangan terpanjang yang pernah saya alami. Dikasih makan dua kali. Dulu, waktu S3 di Taiwan, Medan-Taiwan hanya butuh lima jam. Tidak termasuk waktu transit di Kuala Lumpur.

Kali ini delapan jam. Plus 25 menit. Berada di udara ternyata membosankan. Sekalipun tempat duduknya dilengkapi monitor. Banyak lagu. Juga film, pakai teks bahasa Inggris, jadi tak masalah sama listening saya yang jelek.

Tapi sayang, saya tak suka nonton film. Akhirnya baca buku di playbook. Bosan juga. Teman di samping saya pada pulas. Saya, sempat tertidur sebentar. Terjaga lagi. Memang saya tak bisa tidur di pesawat.

Pukul lima pagi waktu Doha. Pesawat mendarat. Di luar sudah terang. Waktu shubuh telah lewat. Tetap saja cari musala. Terus salat.

Dari luar. Bandara Doha saya rasa tak jauh beda pemandangannya seperti bandara Soetta Cengkareng. Kiri kanan muka belakang hanya warna abu-abu yang terlihat. Warna khas beton bandara. Di kejauhan sana terlihat beberapa gedung pencakar langit menuding awan.

Saya masuk ke bandara. Di angkut pakai bus. Tidak melalui garbarata. Di dalam, saya mencari toilet. Banyak yang antri. Orang-orang tua lagi. Cari toilet yang lain, antri juga. Tapi ini tak separah tadi yang seperti antrian sembako murah.

Saya sebenarnya mau pipis saja. Tapi urinoirnya tidak ada pancaran airnya. Saya sentuh-sentuh sensornya, bergeming. Saya juga tak bawa botol untuk air cebok. Akhirnya ikut antri toilet. Padahal hanya mau pipis.

Ini. Sekarang. Sudah masuk ke ruang tunggu. Menuju Houston Texas. Penerbangan sampai enam belas jam. Mudah-mudahan bisa tidur. Atau kalau tak bisa, khatam buku aja.
Ruang tunggu di bandara Doha
__________
Ditulis pada tanggal 26 September 2018 di Doha

No comments:

Post a Comment