Tuesday, September 11, 2018

Hijrah: dari Ethiopia hingga Madinah

Jarang dikabarkan, bahwa dalam perjuangan kaum Muslimin berselindung dari ancaman Quraisy, jauh sebelum hijrah ke Madinah, Muslimin telah berhijrah ke Ethiopia, sebuah negeri Kristen yang dulu dikenal dengan Habsyah atau Abisinia.

Kala kaum Muslimin berhijrah ke Abisinia, negeri itu dipimpin oleh Najasyi, yang dalam literatur barat dikenal dengan Negus. Raja yang menganut agama Nasrani ini memimpin dengan adil dan tidak ada manusia yang teraniaya di negerinya. Oleh karena itu, Rasulullah memilih negeri ini menjadi tujuan hijrah bagi pengikutnya.

Rasulullah memilih Abisinia tentu dengan berbagai pertimbangan yang matang, dengan cara membandingkan baik-buruknya dengan negeri-negeri lain. Yaman, negeri yang makmur, tapi sayang, saat itu negeri di ujung selatan Jazirah Arab itu sedang dijajah oleh Persia yang belum mengenal agama ketuhanan, dan sangat antiislam. Saking bencinya, Kisra Persia pernah mengutus orang untuk menangkap Rasulullah di Mekkah.

Negeri Ahlul Kitab, runyam, saat itu adalah masa-masa di mana sekte-sekte mereka saling serang satu sama lain karena perbedaan keyakinan. Maka, kehadiran Islam ke negeri sebagai itu tentu hanya akan menambah pemain dalam persaingan itu. Dan tentu akan dianggap sebagai lawan baru. Ini karena Isa dan Maryam sama-sama diakui keberadaannya oleh agama-agama samawi, namun diperselisihkan perannya.

Negeri Syam atau Hijaz, bukan hanya runyam, tapi bahaya. Dua negeri itu mempunyai hubungan perdagangan yang akrab dengan Quraisy. Sama sekali tidak aman. Berselindung di negeri itu bak bersembunyi di balik benang, bagai melemparkan diri ke pengkuan musuh.

Maka negeri Hijaz pun bukan pilihan Rasulullah untuk berhijrah ketika itu. Sementara Abisinia dipilih Rasulullah dengan alasan sebagaimana yang saya uraikan di atas tadi.

Hijrah ke Abisinia terjadi pada tahun 615 M, lima tahun setelah kenabian. Gelombang pertama terdiri dari sepuluh orang laki-laki dan empat perempuan. Gelombang kedua sebanyak delapan puluh orang laki-laki, tanpa perempuan.

Di antara yang ikut hijrah ke Abisinia adalah Usman Bin Affan bersama istrinya Rukayah putri Rasulullah, Zubir Bin Awwam, Abdurrahnan Bin Auf, Jakfar Bin Abi Thalib, dan lain-lain. Mereka mendapat perlindungan yang baik dari Najasyi.

Sekalipun Quraisy mengutus Amru Bin Ash dan Abdullah Bin Abi Rabiah untuk menghasut Najasyi agar mengekstradisi kaum Muslimin ke Mekkah, Najasyi menolaknya. Najasyi lebih suka Islam tinimbang kepercayaan Quraisy yang masih menyembah berhala dan dewa-dewa. Karena Najasyi menganggap Islam merupakan agama yang dekat dengan kepercayaan yang dia anut, salah satunya adalah Islam begitu memuliakan Isa dan Maryam.

Tentu, walaupun demikian, secara akidah ada juga efek sampingnya bagi mereka yang tinggal di Abisinia itu. Hal ini terbukti karena ada salah satu dari mereka yang hijrah justru sampai di sana memeluk agama Kristen. Dia adalah Ubaidullah Bin Jahsyin, menjadi Kristen di Abisinia sampai akhir hayatnya. Namun, istrinya, Ummu Habiba Binti Abi Sufyan tetap dalam Islam, yang kelak sesampai di Madinah diperistrikan oleh Rasulullah.


***

Nun jauh ke utara Mekkah sana, ada sebuah negeri bernama Yatsrib. Setelah Abisinia, lima tahun kemudian ke negeri inilah kaum Muslimin Mekkah berhijrah. Pertanyaan tentu timbul, kenapa Yatsrib? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita tentu harus mengenal siapa-siapa saja penduduk Yatsrib itu dan apa pula masalah-masalah yang melingkupi mereka.

Negeri Yatsrib diisi oleh setidaknya dua golongan. Golongan yang datang dari utara, yaitu Yahudi, dan golongan yang datang dari selatan, yaitu Aus dan Khazraj. Aus dan Khazraj adalah pendatang dari Yaman.

Sebagian pakar sejarah berkata, awal mula orang Yaman pindah ke Yatsrib adalah manakala Bendungan Ma'rib runtuh di masa kerajaan Himyar berdiri di sana. Runtuhnya Bendungan Ma'rib menyebabkan desa-desa kekeringan dan masyarakat menjadi morat-marit. Maka pindahlah sebagian mereka ke Yatsrib untuk mencari kehidupan baru yang makmur.

Di Yatsrib, Aus dan Khazraj saling berperang, tak akur. Di lain pihak, mereka juga bermusuhan dengan kaum Yahudi. Kali ini kadang Yahudi yang kalah, di lain waktu Aus atau Khazraj yang kalah. Uniknya, jika Yahudi yang menderita kekalahan, mereka selalu berseru, bahwa suatu saat nanti akan datang seorang nabi kepada mereka. Mereka akan taat kepada nabi itu. Dengannya maka mereka akan mampu mengalahkan Aus atau Khazraj. Oleh karena itulah kaum Aus dan Khazraj sudah lebih familiar dengan konsep kedatangan seorang nabi.

Bukan hanya itu, karena hidup berdekatan dengan Yahudi, kaum Aus dan Khazraj jadi sangat mengerti konsep agama ketuhanan. Maka ketika Aus dan Khazraj mendengar bahwa di Mekkah sudah ada Muhammad yang menyatakan diri sebagai nabi, mereka berlomba-lomba masuk Islam agar jangan sampai kedahuluan orang lain.

Sementara Yahudi yang selalu mendakwakan akan kedatangan nabi, justru menolak kenabian Muhammad. Hanya Aus dan Khazraj sajalah yang ikut bergabung menjadi Muslim.

Setelah menjadi Muslim, Aus dan Khazraj yang tadinya saling memerangi, sekarang menjadi akur, menjadi umat yang satu. Yang kelak Aus dan Khazraj dikenal dengan kaum Anshar.

Aus dan Kharaj dalam memasuki Islam terjadi dalam tiga gelombang. Gelombang pertama (10 tahun setelah kenabian) terjadi ketika ada beberapa orang Aus dan Khazraj yang berhaji ke Baitullah. Mereka disambut oleh Rasulullah, dan ketika berkumpul di Aqaba, mereka pun dengan sukarela masuk Islam. Pun ketika mereka pulang ke Yatsrib, mereka mendakwahkan Islam di sana. Sehingga mulai saat itu tidak ada rumah di Yatsrib yang tidak mendengar nama Muhammad.

Gelombang kedua (12 tahun setelah kenabian), ketika terjadinya perjanjian antara mereka dengan Rasullah. Perjanjian itu dikenal dengan Perjanjian Aqabah Pertama. Diantara isi perjanjian itu adalah, mereka sepakat untuk tidak menyekutukan Allah dan tidak akan mendurhakai Muhammad sekalipun pada sesuatu yang tidak mereka senangi. Perjanjian Aqaba Pertama ini juga dikenal dengan Perjanjian Wanita, karena dalam perjanjian itu melibatkan seorang wanita, yaitu Afra Binti Abi Tsaklabah.

Setelah perjanjian itu, Rasulullah mengirim beserta mereka ke Yatsrip seorang juru dakwah, yaitu Mushab Bin Umar. Jadilah mulai saat itu Islam benar-benar dikenal sebagaimana aslinya oleh penduduk Yatsrib.

Gelombang ketiga (13 tahun setelah kenabian) terjadi dengan adanya Perjanjian Aqabah Kedua. Perjanjian ini terjadi ketika 73 tokoh Aus dan Khazraj datang menemui Rasulllah di Mekkah. Mereka memohon agar Rasulullah berhijrah saja ke Yatsrip. Masyarakat di sana sangat menginginkan Beliau. Mereka siap membaiatnya sebagai nabi dan pemimpin mereka.

Abbas, paman Beliau yang ketika itu belum memeluk Islam, tidak serta merta menyerahkan anak saudaranya itu jika mereka tidak berjanji mau menjaga dan menyayangi keponakannya itu. Akhirnya mereka melakukan sumpah setia melindungi nabi sebagai mana mereka melindungi keluarganya sendiri. Saat itulah, Abbas, mengizinkan mereka mengajak Muhammad ke Yatsrib.

Sampai di sini, saya rasa tidak perlu diceritakan lagi apa yang terjadi selanjutnya. Sudah sangat sering kita dengar dari ceramah-ceramah.

Iya, benar. Pada 27 Safar (ingat, bukan 1 Muharram), Rasulullah hijrah ke Yatsrib. Dan setelah mengalami lika-liku yang menegangkan, Beliau sampai juga di Yatsrib pada tanggal 11 Rabiul Awwal. Kota Yatsrib kemudian bersalin nama menjadi Madinah. Wallahuaklam.
__________
Ditulis di Blang Bidok (Aceh) 11 September 2018

No comments:

Post a Comment