Saya membeli satu wadah. Harganya lima dolar. Begitu dengar harganya, kalkulator imajiner di kepala saya langsung bekerja. Otomatis. Lima dikali Lima belas ribu, 75 ribu rupiah! Duh, kalau di Aceh uang segini, dipakai beli nasi, salah-salah, periuk-periuknya sekalian dikasih.
Tapi, dalam hal makanan, acap kali saya harus berdamai dengan sifat hemat saya. Sekalipun beasiswa belum cair, banyak alasan yang bermunculan di kepala agar saya segera membeli nasi ayam briyani ini.
Asal tahu saja, nasi briyani ini adalah kesukaan saya. Kala masih di Taiwan, atau ketika mengunjungi Malaysia, nasi briyani adalah jenis masakan yang saya cari.
Di Malaysia tak begitu sulit mencari nasi ini. Sedari dalam bandara, aroma briyani sering membuat langkah saya terhenti, menoleh, dan beli. Di Kaohsiung, Taiwan, ada juga beberapa restorannya. Kerap kali pula saya kunjungi.
Sedangkan di Houston, Texas, ketika saya selisik di internet, ternyata mereka ada banyak. Banyak sekali restoran India di sini. Namun sayang beribu sayang, pergi kemana-mana susah di negeri koboi ini. Hampir tak ada bus. Sekalipun ada, menunggunya kayak menanti gajah melahirkan. Jarang muncul. Pendeknya, jangan pernah bermimpi melancong pakai bus kota di Houston ini.
Sedangkan naik taksi, harganya tinggi menusuk awan. Naik taksi daring sama saja. Walaupun lebih murah, tapi tak beda jauh. Di samping bayarnya juga harus pakai kartu kredit. Saya tak punya kartu itu. Takut kebablasan, nggak sanggup bayar tagihannya.
Di samping masalah transportasi, memang, kami diharapkan untuk berhati-hati juga di Texas ini. Kata penyelenggara pelatihan, "no area of town is completely 'safe'." Tidak ada perkotaan yang benar-benar aman.
Hasilnya, saya nngak berani keluar kemana-mana sendirian. Kalau mau belanja di minimarket terdekat, saya pasti mengajak teman. Atau, jaga-jaga pas teman mau belanja, terus saya ikut.
Tambahan lagi, di sini hampir tidak ada pejalan kaki. Pengguna sepeda motor juga tidak ada. Orang pakai mobil pribadi semua. Mobilnya pun besar-besar. Maka jangan heran, kalau anda melihat tempat parkir di sini segede-gede lapangan bola.
Trotoar juga hanya beberapa ruas jalan saja yang ada. Selebihnya hanya ada ambang pembatas pinggir jalan, setelah itu langsung rumput atau parit. Kita jalan kaki, salah-salah bisa disambar truk.
Dalam kondisi seperti ini, tak ada rencana saya untuk jalan-jalan sendiri mencari restoran atau apapun yang aku sukai di kota ini. Termasuk niat mencari restoran India dengan suguhan menu briyaninya, kuurungkan. Makan saja apa yang ada.
Hari ini, Jumat (12/10), betapa dunia tiba-tiba menjadi indah, saya mendapatkan nasi briyani itu dijajakan di depan saya! Oleh orang India Muslim Amerika, di masjid Assalam Houston, Texas.
Begitu keluar selepas salat Jumat, saya lihat banyak orang mengantre. Saya pikir makanan gratis yang kerap ada seperti di masjid-masjid Taiwan. Tapi ketika saya melihat pengantre memegang uang, oh, ini orang jualan.
Saya meluncur ke depan, bertanya mereka menjual apa. "Chicken briyani," jawabnya. "How much?" Tanya saya. "Five dollars, " jawabnya sambil mengembangkan lima jari tangan kanannya.
Saya langsung membeli setelah berpikir singkat. Saya tidak perlu mengantre lagi, karena pembelinya sudah jarang. Lima dolar itu sudah masuk satu botol minuman dingin, tinggal pilih maunya apa. Banyak macam minumannya. Ada Seven Up juga. Saya pilih Sunkist.
Minuman-minuman bersoda seperti ini, tak kan pernah kureguk jika tidak karena gratis. Tapi tidak dengan briyani. Dengan nasi India itu, saya luluh, Pak Eko, luluh.
![]() |
Jamaah sedang antre membeli makanan India di Masjid Assalam Houston Texas |
No comments:
Post a Comment