Sunday, October 7, 2018

Musafir dan Salat Jumat

Sebagai makhluk Tuhan yang berhajat kepada tempat tinggal, ada tiga status yang kemungkinan akan kita sandang: mustautin, mukim, atau musafir. Pilih salah satu. Tidak bisa tiga atau dua status itu kita sandang sekaligus dalam satu waktu.

Dalam suatu kampung, kita berstatus mustautin ketika kita sudah menjadi penduduk tetap di kampung tersebut. Tidak ada rencana pindah lagi. Sudah menetap secara permanen. Kalau sekarang, dibuktikan dengan KTP. Seperti saya, misalnya, menjadi mustautin di Desa Blang Bidok. Di Aceh sana.

Oleh karena itu, ketika saya beberapa hari yang lalu berangkat ke Amerika, begitu keluar dari batas desa Blang Bidok, maka status saya berubah menjadi musafir. Ini karena jarak Blang Bidok - Amerika sudah jauh dari cukup untuk mengubah status saya menjadi musafir. Telah jauh melebihi dua marhalah atau 85 km.

Saya sampai di Amerika. Saya berniat tinggal di sini selama dua bulan. Karena memang segitu lamanya yang telah diprogramkan oleh pemerintah. Dua bulan, ini sudah jauh lebih dari empat hari. Maka, status saya berubah dari musafir menjadi mukim, segera setelah saya tiba di Amerika, begitu melewati garis imigrasi Houston Texas di bandara George Bush Intercotinental.

Jadi, saya sekarang berstatus mukim di Amerika. Sedangkan status mustautin saya, tetap di desa Blang Bidok. Sementara status musafir saya akan aktif kembali ketika saya keluar dari imigrasi Houston Texas sampai melewati batas desa Blang Bidok ketika perjalanan pulang nantinya.

Terus apa efek status itu bagi saya sebagai Muslim? Banyak. Yang paling penting adalah, ketika saya berstatus musafir saya bebas menjamak dan mengkasar salat. Salat Jumat, tidak wajib. Jika sedang bulan Ramadan, boleh tidak puasa.

Namun, ketika status saya menjadi mukim, seperti di Amerika sekarang, saya tidak lagi bisa menjamak dan mengkasar salat. Wajib berpuasa jika bulan Ramadan. Dan yang paling penting, wajib salat Jumat. Harus cari masjid. Kalau ada.

***

Tentang salat Jumat ini agak unik masalahnya. Dalam mazhab Syafii, sebagaimana yang dianut di Indonesia, salat Jumat hanya sah didirikan pada suatu tempat oleh minimal 40 orang mustautin (penduduk tetap) pada tempat tersebut. Dalam hal tempat saya tinggal sekarang, mustautin Houston Texas.

Jadi, saya sebagai mukim di Texas ini, sekalipun wajib salat Jumat, namun tidak bisa ikut dihitung untuk menggenapi jumlah kuorum salat Jumat tersebut. Karenanya, jika 40 jamaah Jumat di Texas dan saya salah satu di dalamnya, maka salat Jumatnya tidak sah.

Apalagi kita terkadang mau aneh-aneh, sesama berstatus mukim, ngumpul, terus bikin salat Jumat sendiri. Itu tambah parah tidak sahnya. Karena satu pun tidak ada mustautin dalam jamaah itu.

Loh, kok jadi ruwet seperti ini? Ini tidak ruwet, dong. Ini justru kemudahan dari Tuhan. Jika tidak ada mustautin setempat yang bisa membuat jamaah salat Jumat, maka salat Zuhur saja. Selesai.

Jadi, dalam menyelenggarakan salat Jumat, yang paling penting adalah jumlah jamaah mustautinnya harus mencapai kuorum, 40 dalam mazhab Syafii. Soal apakah dibuat di masjid, di rumah, atau di lapangan, tak jadi soal. Mengingat syarat sah Jumat tidak harus dilakukan di masjid. Di musala juga boleh. Atau malah bisa di lapangan. Seperti salat dua hari raya itu.

Wallahuaklam.
__________
Ditulis di Houston Texas, 4 Oktober 2018

No comments:

Post a Comment