Sunday, November 18, 2018

Bule Stres, Masjid, dan Doa

Bau anggur menguar dari mulutnya. Jalannya sempoyongan. Ia barusan turun dari mobil mewahnya. Yang warna merah itu. Aku tidak tahu pasaran harga mobil, kecuali Avanza Veloz yang sekarang kupunyai. Tapi, kata teman saya, itu mobil mahal. Mobil itu hanya mempunyai sepasang pintu. Di bagian depannya saja.
Ia sendirian dalam mobilnya, yang setengah menit yang lalu melesat masuk ke pekarangan masjid Assalam Houston, di mana kami juga sedang berada di situ, menjelang salat Isya, Jumat malam (16/11).

Ia tinggalkan saja mobilnya itu di parkiran tanpa peduli patron aturan parkir. Centang perenang. Mesin tidak dimatikan. Pintunya tidak ditutup rapat, membiarkan musik rok keras berdentam-dentam lolos keluar meningkahi obrolan kami di depan masjid itu.

Saya sempat heran dan takut juga. Kok ya ada bule malam-malam begini masuk pekarangan masjid, jalan tersendeng-sendeng, bertato, dan pakai celana pendek. Takutnya saya tentu beralasan, mengingat di negeri Paman Sam ini tak jarang juga ada orang stres yang menyerang orang lain. Istimewa pula, di sini senjata api bebas dipunyai siapa saja.

Tapi ketakutan itu sirna ketika bule itu telah melewati kami menuju pintu lobi. Sedangkan kami masih mengobrol di dekat tugu depan masjid. Tadi pas setentang dengan kami, ia sempat bertanya sesuatu. Tapi saya tidak tahu apa yang diomongkannya. Bicaranya cepat dengan irama naik turun sebagaimana khasnya orang mandam.

Dari kejauhan kulihat bule itu sekarang menempelkan dahinya ke kaca pintu masjid, dengan tangan kanan di atas kepala, yang juga menempel ke kaca, selayaknya laku orang susah itu. Tak lama, ia kemudian merengkuh gagang pintu, dan masuk.

Sampai di dalam ia duduk di kursi. Saya lihat ia sekarang sedang diajak bicara oleh seseorang yang bergamis, yang kelak saya tahu bahwa ia adalah salah satu panitia masjid. Ia berasal dari India. Pernah menjadi imam di Philadelphia, dan sekarang bermukim di Houston. Dan aktif di masjid Assalam ini.

Melihat bule itu ada yang ajak bicara, saya ikut nimbrung, ikut masuk ke masjid, pengin tahu apa yang terjadi. Saat saya sampai di dalam, bule itu gantian diajak bicara oleh admin masjid.

Saya mendekati mantan imam Philadelphia itu tadi, bertanya apa yang terjadi. Tapi ia lebih memilih menjawab tidak tahu dan melanjutkan berbicara panjang lebar terkait kami sendiri. Tentang dirinya dan kami.

Permbicaraan menyasar kemana-mana. Tentang dirinya yang merasa berat di Texas karena beban pajak dan asuransi. Kami bertanya tentang pendapatan atau gaji di Texas ini. "Tergantung ijazahnya, " Jawabnya tegas. Mungkin ini maksudnya adalah strata pendidikan.

Masih menurut dia, ijazah tentu tidak berasal dari kampus sembarangan. Harus dari Amerika. Dia terus menceritakan bagaimana orang-orang India yang membawa ijazah dari kampus negeri Hindustannya untuk mencari kerja di Amerika, mereka harus mengurut dada karena ijazahnya tidak sepenuhnya diakui.

Obrolan kami itu kemudian terpotong. Admin masjid yang sedari tadi melayani bule mabuk itu, meminta si imam untuk memberi sebuah doa untuk diamalkan oleh si bule itu.

Imam melafalkannya. Bule itu tentu tidak bisa meniru bait-bait doa itu. Solusinya minta direkam di gawai saja. Tapi telepon cerdasnya tinggal di mobil. Ia keluar. Untuk mengambilnya.

Saya terkesiap, bertanya ke admin. Tentang apakah ia seorang muslim. Soalnya, ini, ia minta doa untuk diamalkan, yang di dalamnya ada lafaz Jalalah. Admin bilang, bukan. Ia sedang ada masalah. Dengan istrinya. Sekarang ia stres berat. Terus lari ke masjid.

Melihat saya agak heran, imam bilang bahwa kita di sini terbuka kepada siapa saja yang batuh bantuan jika ada masalah. Beberapa hari lalu, kata imam, kita juga mengadakan acara budaya. Banyak yang ikut. Bukan hanya muslim.

Tak lama setelahnya, bule itu kembali dengan gawainya, menyerahkannya ke admin yang waktu itu telah menyusulnya ke pintu. Ternyata bacaan imam tidak jadi direkam. Karena ada di Youtube. Tinggal disimpan saja di gawai, dan bisa diputar kapan saja ia mau.

Sekarang bule itu pergi, dengan mobil mewahnya. Meninggalkan kami semua di masjid. Setelah ia memperoleh bait-bait doa untuk menenangkan pikirannya. Ketika harta dan istrinya dirasa tak lagi bisa menenteramkan hatinya. Dua hal yang mungkin dulu dicari-cari dan disayanginya setengah mati.

Namun, sekarang ia sadar, insaf. Betapa semua itu tidak sepenuhnya bisa menenangkan hatinya. Hanya Tuhanlah semata yang tak akan meninggalkan makhluk-Nya seorang diri dalam kondisi tidak berdaya.

Tuhan adalah sebaik-baik penolong dan pelindung bagi manusia, sebagaimana termaktub dalam doa yang diberikan sang imam kepadanya: "Hasbunallah wanikmal wakil, nikmal maula wanikman nashir - Cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik pelindung."
Masjid Assalam Houston menjelang salat isya (sumber foto: Zahra Fonna)

No comments:

Post a Comment