Thursday, December 27, 2018

Dangdut, Film, dan Erotisme Tahun 90-an

Dulu, di tahun 1999 sampai 2002, mungkin sayalah satu-satunya mahasiswa yang memasukkan dangdut ke kamus anak-anak teknik yang tinggal di asrama Politeknik Negeri Lhokseumawe.

Saya anak mesin. Tapi suka dangdut. Musik pop, paling banter hanya suka lagunya Abid Ghoffar Bin Aboe Dja'far, Rinto Harahap, Panjaitan Bersaudara, dan sebangsanya. Selebihnya, ful dangdut.

Jenis dangdutnya pun asli. Lagunya Raden Haji Oma Irama, Asep Irama, Meggy Zakaria, Hamdan Attamimi, Mansyur Subhawannur, dan rekan-rekan sealiran mereka. Bukan dangdut ngebar-ngebor yang kala itu juga sudah mulai muncul.

Virus dangdut saya menjangkiti teman-teman karena, salah satunya, saya bisa main gitar. Tentu saya tidak ahli-ahli amat. Biasa-biasa saja. Cuma ada satu kelebihan saya yang tak tertandingi oleh pemain gitar lain di asrama kala itu, adalah genjreng khas dangdut. Dalam bab itu, hanya saya yang dipercayai teman-teman.

Saya bercerita tentang dangdut karena di tahun 90-an, bagi anak teknik dari kampus sekelas Politeknik Negeri Lhokseumawe, mengakui maniak dangdut saja itu sudah merupakan satu keberanian tersendiri.

Banyak sebenarnya yang suka dangdut. Tapi demi gengsi akhirnya pura-pura ogah. Kalau saya, peduli setan sama gengsi. Jika ada gitar, ambil, maka irama dangdut langsung keluar mendayu-dayu dari mulut saya.

Suara saya, mungkin banyak yang tidak rela kalau dibilang merdu. Tapi, kalau lumayan, saya yakin banyak yang setuju. Ya, cukuplah untuk menghibur teman-teman di asrama, membuat mereka nyaman dan akhirnya menyukai dangdut.

Sebenarnya, di tahun 80-an, dangdut sempat berjaya. Pop kala itu hampir tak laku lagi. Digerus musik dangdut. Bahkan, untuk tetap eksis, penyanyi dan pencipta lagu pop, mulai beralih ke lagu dangdut.

Tahu Obbie Messakh? Ia adalah seorang pencipta sekaligus penyanyi pop di tahun 80-an. Ketika saat itu pamor dangdut menjadi tak terlawan, kala itulah ia terjun menciptakan lagu dangdut. Yang paling terkenal adalah lagu "Terlanjur Basah" yang dilantunkan oleh almarhum Meggy Zakaria.

Banyak lagi penyanyi pop yang akhirnya terjun ke dangdut walaupun dengan cengkok alakadarnya saja. Ahmad Albar, penyanyi rok, menyanyikan lagi dangdut "Zakia". Rano Karno dengan lagunya "Tergusur Cintaku". Tomi J Pisa dengan lagunya "Jagalah Mulutmu". Dan banyak yang lain lagi.

Namun, masa itu tak berlangsung lama. Awal 90-an, erotisme menyusup ke dangdut. Merusak segalanya. Citra dangdut anjlok. Menjadi musik rendahan dan terlihat menjijikkan. Mulai ditinggalkan penggemarnya. Saya, tetap bertahan. Mencintai dangdut. Yang versi sopannya.

Di dunia perfilman juga tak luput dari serangan. Erotisme dipamerkan. Bahkan di layar-layar reklame film di dinding bioskop, adegan syur terpampang dengan jelas. Iklan film bioskop baik melalui radio maupun toa keliling, selalu menjanjikan akan adanya adegan panas di ranjang. Perfilman Indonesia pun terjun bebas setelah itu. Mati suri.

Sekarang, baik dangdut maupun film, sudah mulai bangkit lagi. Anak-anak muda sudah mulai percaya diri lagi untuk mengakui menyukai dangdut. Film-film Indonesia mulai berjaya lagi. Bioskop mulai terisi lagi saat film nasional diputar. Acara dangdut di televisi mulai mendapatkan rating-nya lagi.

***

Tiga hari yang lalu, saya melihat, di sebuah warung makan di depan Politeknik Negeri Lhokseumawe, beberapa mahasiswa teknik yang macho-macho itu, sedang begitu serius melihat sebuah film yang kelihatannya begitu menegangkan.

Saya yang sedang makan siang di warung itu, mengintip ke televisi yang terpasang tinggi hampir menyentuh loteng itu. Ternyata film horor.

Ada hantu, berjenis kelamin perempuan, yang sedang ditaklukkan oleh seorang laki-laki berjubah dengan bacaan-bacaan Alquran. Benar-benar. Era 80-an untuk dangdut dan film kita telah kembali.

No comments:

Post a Comment