Thursday, December 13, 2018

Rumah Sakit dan Budaya Besuk Kita

Orang desa. Termasuk saya. Juga orang desa. Kalau ibu sakit dan harus dirawat inap di rumah sakit, maka tiap malam jadinya piknik. Piknik ke rumah sakit. Utamanya memang untuk membesuk. Tapi aromanya, menjadi ajang kumpul-kumpul keluarga.

Dikunjungi anak dan cucunya setiap malam, saya melihat ibu pun menjadi lebih segar. Bisa tertawa. Dan sekali-sekali minta diciumin cucunya, anak saya. Sekalipun ribut, tak masalah. Sudah terbiasa dengan riuh suara anak-anak. Malah, kalau sepi, ia bisa stres.

Sulit memang, peraturan kesehatan yang diterapkan di rumah sakit, terpaksa dilanggar karena budaya ekstrim besuk kita. Anak-anak di bawah dua tahun juga tidak dibolehkan dibawa besuk orang sakit. Karena daya tahan tubuh mereka masih lemah. Dan mudah diserang penyakit.

Tapi, neneknya yang sakit juga pengin ketemu anak dan cucunya. Maka berkumpullah semua di kamar perawatan. Terkadang makan bareng juga. Saya biasanya ngabisin catering rumah sakit jatah ibu yang kebetulan ia enggak doyan. Saya ganti dengan masakan rumahan yang kami bawa.

Begitu terus tiap malam. Rame. Karenanya, jika dirawat inap saya lebih suka ibu dapat kamar VIP. Yang sekamar cuma satu ranjang itu. Agar tidak mengganggu orang lain saat banyak anak dan cucunya datang. Dan pasti berisik.

Ibu saya dengan keanggotaan BPJS mandiri kelas satu, masuk ke kamar VIP biasanya cuma nambah uang sekitar dua ratus ribu rupiah per malam. Tapi sayangnya, sampai ibu bisa pulang, kamar VIP-nya tak kunjung kosong. Jadi harus tetap di kamar kelas satu yang berisi dua pasien. Untungnya, keluarga pasien sekamar orangnya baik sekali.

Pasien sekamar adalah anak-anak. Kena demam berdarah. Ibunya adalah seorang perawat di salah satu rumah sakit kabupaten. Ibu saya yang kadang lupa kalau di tangannya terpacak jarum infus, ia bebas saja bergerak. Sehingga sering saja jarum itu renggang dan terkadang mampet. Tak mau mengalir. Ibu anak itulah yang sering membantu memperbaikinya.

Sekamar selama empat hari membuat kami menjadi saudara. Saling menawarkan makanan. Saling tukar-menukar kisah hidup. Saling memahami. Saling menjaga. Saling mengingatkan.

Anak itu duluan pulang. Di situ tiap hari ia menangis. Lebih-lebih saat dokter masuk. Ia takut. Terus minta pulang. Akhirnya diizinkan juga oleh dokter. Setelah kondisinya berangsur membaik. Sekarang tinggal ibu saya sendiri di kamar. Tanpa kami yang sedang membesuk, kamar menjadi sepi.

Saya tidak tahu bagaimana dengan orang lain, tapi ibu saya kayaknya enggak suka sepi. Kesepian itu tidak menyenangkan baginya. Stres bisa-bisa memperparah penyakitnya. Saya yang kadang telat membesuk langsung ditanyain. Sedang sibuk apa? Kok belum sampai?

Tapi, saya kira, sepertinya hampir semua kita sama. Merasa terhibur kalau dibesuk dan juga merasa bersalah jika tidak membesuk orang sakit. Memang, itu adalah ajaran Islam. Untuk membesuk orang sakit dan mendoakannya. Yang sakit juga akan bahagia. Merasa dihargai dan dipedulikan.

Nabi sendiri, menurut riwayat, malah pernah membesuk orang yang membencinya. Yang sering melemparinya dengan kotoran ketika Beliau lewat di depan rumahnya. Namun, suatu hari ketika Nabi lewat seperti biasa, tiba-tiba enggak ada yang melemparinya lagi. Ternyata orang itu sedang sakit. Kemudian Nabi membesuknya, menjadi orang pertama yang menjenguknya. Ini membuatnya insaf, dan menjadi Muslim.

Karena kombinasi budaya dan ajaran agama inilah, mengunjungi orang sakit menjadi suatu fenomena yang tidak mungkin, atau sulit, dilarang. Apalagi jika yang sakit adalah seorang kyai yang banyak santrinya, maka siap-siap saja rumah sakit akan sesak pengunjung.

Secara personal, kita juga butuh dikunjungi untuk hanya sekadar mendapat semangat hidup. Butuh ditemani orang-orang terdekat. Maka jika ada rumah sakit yang tidak mengizinkan pasien ditemani keluarganya, kemungkinan banyak pasien yang tidak berani dirawat inap di rumah sakit itu.

Inilah yang mengakibatkan salah satu teman saya tidak mau jantungnya dioperasi di Malaysia. Hasil diagnosa di rumah sakit Negeri Jiran itu dibawa pulang ke tanah air dan dioperasi di sebuah rumah sakit di ibukota. Dengan ditemani keluarganya.

No comments:

Post a Comment