Tuesday, March 26, 2019

Perjuangan Naik Haji, yang Bukan Hanya Soal Dana Lagi

Sudah sejak 2007, setahun setelah menjadi dosen di Politeknik Negeri Lhokseumawe, saya berencana keras untuk mendaftar haji. Bahkan, karena tidak punya cukup uang tunai, ingin pula saya mengikuti program pinjaman ONH dari sebuah bank.

Saya saat itu masih lajang. Tentunya, saya sudah mulai melirik gadis-gadis cantik sekitar. Siapa tahu ada yang bisa, atau ada yang mau kujadikan istri. Kala itu, saya pun masih aktif nyantri di dayah Al-Hilal Al-Aziziyah Nibong, Aceh Utara.

Seperti biasa, tiap malam, saya ikut ngaji kitab fikih Mahalli yang diasuh langsung oleh Walid Cut, pimpinan pesantren tersebut. Malam itu materinya masih membahas perihal wajib haji. Saya tertarik. Sampai-sampai saya mengutarakan ketertarikan saya untuk mengikuti program pinjaman ONH dari sebuah bank.

Mendengar itu, Walid hanya mendengar saja ocehan saya tanpa tanggapan yang berarti. Kemudian ia melanjutkan membaca matan kitab yang sedang kami kaji itu. Isi matan kitab itu kira-kira menyatakan bahwa: "Bagi yang belum menikah, maka boleh menunda haji dulu, dan uang itu sebaiknya digunakan saja untuk keperluan menikah."

Saya yang menyadari diri lajang dan sudah pengin kawin, mendengar matan kitab itu, langsung tertawa seraya diikuti teman sebalai. Setelah senyap dari tawa, saya pun berujar, "Kameupat surah - Sungguh jelas sudah penjelasannya." Kami pun tertawa lagi. Kali ini Walid juga ikut tertawa, sampai terlihat deretan giginya.

Mulai malam itu, saya memendam habis cita-cita berhaji saya sebelum menikah. Saya terus fokus mencari jodoh. Sekaligus mengumpulkan dana sisa gaji setelah dikurangi kebutuhan sandang dan pangan saya.

Setelah berusaha menabung sekian lama, dana buat nikah ternyata tak banyak juga terkumpulkan. Namun, saya sudah punya calon istri, dan harus segera menikah. Akhirnya, saya menikah pada tahun 2013, dengan subsidi yang cukup besar dari ibu saya, Allah yarhamha Hj. Asiah Binti Tgk. H. Basyah.

Segera setelah saya menikah, saya mendapat kesempatan melanjutkan studi doktor ke Taiwan dengan beasiswa Kemenristek Dikti. Dari situ, cita-cita menabung untuk naik haji bersemi lagi. Karenanya, selama kuliah di negeri Formosa itu, saya ikat rapat jalur-jalur pengeluaran yang tak begitu perlu.

Saya lebih memilih bertarak di laboratorium tinimbang keluyuran ke luar yang membikin saku bocor itu. Walhasil, mendekati akhir kuliah, uang saya sudah lebih dari cukup untuk mendaftar haji. Dan malah lebih dari itu, bisa cukup untuk membeli kendaraan walaupun bekas pakai.

Tapi entah kenapa, uang untuk jatah mendaftar haji itu, selama beberapa waktu belum bisa saya pakai. Ada alasan tertentu yang mengakibatkan uang itu belum bisa saya gunakan. Saya agak bingung, campur resah juga.

Beruntung, tak berapa lama, saya mendapat beasiswa pelatihan migas di Amerika. Selama tiga bulan saya di sana. Di Houston. Texas. Kehidupan bak orang tapa brata di Taiwan dulu saya mainkan lagi di Amerika. Irit mati. Itu sungguh mendapat dukungan dari diri saya sendiri, karena saya terkenal tak suka melancong.

Uang pun terkumpul lagi. Sekali lagi, uang itu pun cukup untuk mendaftar haji bersama istri, karena dalam tabungan haji yang sudah kami buka jauh-jauh hari, telah ada uang di dalamnya sekira hampir separuh jumlah minimum untuk mengambil nomor porsi haji.

Dua minggu setelah tiba dari Texas (empat bulan yang lalu), saya bersama istri mendaftar ke kantor Kemenag Aceh Utara. Abang beserta istrinya, dan juga kakak saya, pengin ikut bareng dengan saya. Jadi kami mendaftar berlima.

Setelah melengkapi semua persyaratannya, sambil menganjurkan lembaran nomor porsi itu kepada saya, petugas pendaftaran haji bilang, "Ini di-'laminating', Pak, karena ini lama. Dua puluh tahun baru berangkat."

Saya hanya tersenyum. Mata saya menyapu ke seluruh peserta yang sedang mendaftar hari itu. Semua lebih tua dari saya. Saya masih beruntung. Walaupun saya tentunya tidak muda lagi, tapi minimal tidak setua mereka.

Mendaftar haji. Butuh waktu dua hari untuk urusan itu semua, sampai akhirnya kami berlima terdaftar sebagai calon jamaah haji. Bagi saya, butuh bertahun-tahun untuk mengumpulkan uangnya. Dan, ya Allah, butuh waktu berpuluh-puluh tahun menanti keberangkatannya. 2042!

No comments:

Post a Comment