Thursday, January 16, 2020

Keureuto dan Aura Positif

Cuma ingin meresapi aura positif alam. Hanya itu tujuanku hari ini (15/1/2020) ikut abang ipar memancing di hilir sungai Keureutoe, Desa Ujong Tanoh, Aceh Utara. Cuma ikut saja, karena ternyata umpan pun saya tak berani lagi memasangnya di mata kail. Aku sudah sebegitu gelinya sama cacing tanah, umpan kail legendaris yang dulu sering aku pakai untuk memancing ikan paya.

Abang ipar, yang juga mantan mahasiswaku, tadi pagi sebenarnya yang disasar adalah udang. Tapi sampai di sana, setelah sekian lama tiga mata kail mondar-mandir di perut sungai, tak satu pun udang yang menghampiri. Hanya dua anak baung (mystus nemurus) dan suik (mystus bimaculatus) yang tersangkut di mata kail. Yang lain tidak.

Aku hanya menatap sungai. Melihat air mengalir ke hulu saat pasang naik. Itu artinya bulan sedang terbit di ufuk timur sana. Beberapa jam kemudian, air sungai berhenti bergerak. Itu artinya bulan sedang berada di titik tertinggi di langit sana. Aku tak sempat melihat air sungai balik menghilir, karena pukul tiga sore kami sudah pulang.

Ke arah hilir sana, aku tadi melihat ibu-ibu membuang dua bangkai ayam ke sungai, kemudian dibawa ke hulu oleh aliran pasang, menjadi asupan gizi untuk penghuni sungai bakalnya. Tak lupa, popok bayi juga ikut meramaikan, menjadi penyakit untuk seisi sungai pastinya.

Tadi aku juga melihat seorang lelaki muda di sana sedang menyauk air sungai dengan timba yang talinya diikat di ujung galah. Dipakainya air itu untuk mencuci muka. Lebih jauh lagi ke hilir sana, seorang bapak berkulit gelap sedang mandi dengan menceburkan badannya ke sungai.

Sampai saat itu, aku belum begitu tahu seberapa pentingnya air sungai ini buat mereka. Tapi, setelah seorang penduduk asli desa itu mendekati kami untuk hanya sekadar mengobrol, maka darinyalah aku tahu bahwa sungai ini adalah satu-satunya sumber air bersih bagi mereka. Air buat mereka mandi, cuci baju, dan bahkan memasak.

Mereka menarik air sungai ke rumahnya dengan bantuan pompa listrik. Maka sekarang terlihatlah olehku ada pipa-pipa yang menjulur-julur menjangkau perut sungai, menghisap air dari bawah permukaan. Sumur di kawasan pinggir sungai ini tidak bisa diharapkan, karena hanya mampu memberi air kotor dan hitam kepada warga.

Melihat belum ada udang yang kami dapatkan, bapak itu bilang bahwa agak kurang sekarang udang di sungai, semenjak sering diracun. Duh, meracuni ikan di sungai yang airnya juga diambil oleh warga? Biadab! Meracuni dua jenis makhluk Tuhan sekaligus: ikan dan manusia. Aku geram mendengar itu!

Sulit ternyata menemukan aura positif di muka bumi ini, Tuhan. Padahal, aku sudah ke tepi sungai. Yang di dalam Kitab Suci-Mu, sungai itu adalah salah satu simbol kenikmatan surga-Mu.

Sungai Keureuto, Aceh Utara

No comments:

Post a Comment