Benar-benar konyol. Saya baru tahu bahwa setiap mahasiswa S3 di NKUAS, wajib mengambil matakuliah Research Method (Metode Penelitian). Matakuliah ini dikemas tanpa kredit, sehingga tinggi rendahnya nilai tidak akan mempengaruhi indeks prestasi. Namun, tetap wajib diikuti.
Awalnya, saya berpikir matakuliah ini adalah satu paket dengan seminar. Yang ada di pikiran saya, jika saya sudah mengikuti seminar maka nilainya ikut masuk untuk research method itu. Entah apa yang menutupi hati saya waktu itu sampai gelap betul tentang informasi matakuliah ini.
Sekarang saya jadi tertawa sendiri. Mana mungkin dua matakuliah yang ditulis dengan nama yang berbeda, bisa saya anggap menjadi satu. Tetapi entahlah. Saya menulis ini agar kejadian konyol ini tidak terjadi lagi kepada adik-adik saya yang baru mau kuliah ke Taiwan. Agar mereka tidak tersandung dangan batu yang sama dengan pengalaman saya.
Saya sadar itu setelah mencetak transkrip nilai terbaru. Saya diberitahu teman perihal ini dan segera melihatnya daftar nilai itu. Di situ tercantum nilai “E” untuk Research Method.
Jantungku langsung berdetak cepat setelah mengetahui dari teman Vietnam, bahwa matakuliah itu wajib diikuti oleh setiap mahasiswa doktor di NKUAS, dan tentu merupakan salah satu syarat kelulusan.
Kata teman saya itu, kelas tersebut hanya diadakan setahun sekali pada semester ganjil. Biasanya setiap mahasiswa baru secara otomatis akan tercantum matakuliah itu di KRS. Waktu belajarnya segera setelah kelas seminar. Jadi, keluar dari ruang seminar kemudian masuk ke ruang kuliah Research Method.
Di semester awal, saya memang mahasiswa unik. Tiba di Taiwan agak telat karena tersendat waktu pengurusan administrasi beasiswa di DIKTI, sehingga kami baru bisa masuk kuliah setelah beberapa minggu proses belajar mengajar berjalan. Waktu itu saya begitu lelah dan sibuk mengejar ketinggalan, semacam membikin tugas (PR) mulai dari awal hingga tugas terakhir. Untung saja pertemuannya tidak begitu banyak yang tertinggal.
Istimewa pula, kelas seminar di NKUAS diadakan sekitar waktu zuhur pada hari Jumat. Di saat kami harus melaksanakan salat jumat di Masjid Kaohsiung. Karena itu, saya ditawarkan untuk mengambil kelas seminar malam Rabu. Gegara seminar inilah saya mulai terpisah dengan teman-teman saya di lab yang mana mereka mengambil kelas siang.
Karenanya, informasi tentang kuliah banyak yang luput. Untuk membaca informasi sendiri di Taiwan ini sungguh sangat sulit. Karena hampir semua pengumuman penting tertulis dalam karakter Mandarin. Sehingga informasi lisan dari teman yang sudah berpengalaman sangatlah dibutuhkan.
Akibat mengambil kelas seminar malam, kelas Research Method pada hari Jumat sekitar pukul 3 sore itu juga tidak saya ikuti karena tak tahu. Dan, untuk matakuliah ini nilai saya nol pada semester pertama.
Sebenarnya saya sudah melihat nilai nol (Bukan “E”) itu pada saat saya cetak transkrip nilai semester yang pertama. Tetapi tak tahu mengapa saya masih merasa aman-aman saja dan berpikir itu adalah sebuah tulisan di transkrip yang tak perlu dihiraukan dan akan dihapus pada saat cetak akhir nantinya. Gila memang, kok bisa saya beranggapan seperti itu, ya?
Namun, anggapan itu langsung berbalik menjadi horor ketika mencetak transkrip nilai terbaru yang mana NKUAS mengubah metode pemberian nilai, dari nilai angka menjadi nilai huruf (A, B, C, D, dan E). Nah, nilai “E” itulah yang mengakibatkan penampakan nilai itu menjadi mengerikan. Dan baru kaget sekaget-kagetnya, ternyata Research Method itu memiliki sebuah kelas yang berbeda yang wajib diikuti setelah seminar.
Setelah mendengar info ini, suasana hati saya langsung berubah, badan saya demam, panik, tidak bisa tidur, sebentar tertidur langsung dilibas mimpi buruk. Beginilah saya, sangat cepat panik. Dan wajar saya panik, karena jika tidak lulus matakuliah ini, itu artinya cita-cita saya untuk lulus tiga tahun kandas sekandas-kandasnya. Karena matakuliah itu baru ada lagi pada tahun depan, di tahun ke empat saya di NKUAS ini.
Dalam suasana panik itu saya mengirim pesan ke profesor melalui line. Saya menceritakan hal yang saya alami dan dibacanya dalam beberapa saat kemudian, tetapi tidak dibalasnya.
Keesokan harinya, pagi sekitar pukul 7, suasana masih temaram dan dingin, saya menunggu dia di depan kantornya dengan duduk di tangga jurusan bersama anak-anak S1 yang sedang berkegiatan seperti pelonco itu.
Tidak berapa lama kemudian profesor saya muncul dengan mobil sedannya yang abu-abu. Dengan menenteng dua buah tas jinjing yang penuh berisi, dia menuju kantornya. Ketika dia melihat saya dia langsung tersenyum lebar.
“Kamu menunggu saya? Kamu lagi ada masalah, kan? Ayo, ikut saya ke kantor,” kata profesor saya itu dengan nada menyejukkan.
Dia masuk ke kantornya dan saya masih berdiri di depan pintu. Tidak masuk dulu sebelum dipersilahkannya. Setelah dia menata tasnya kemudian dia mempersilakan saya masuk.
“Silakan masuk Usman. Apa masalahmu?” ujar profesor mempersilahkan saya masuk. Saya pun masuk ke kantornya yang sederhana itu.
Di kantor itu saya mencurahkan keluh-kesah saya kepadanya. Dia memang agak bingung mendengar masalah saya itu. Tetapi dia berjanji akan membantu saya menyelesaikan masalah ini, termasuk berembuk dengan profesor yang memegang matakuliah seminar pada semester satu. Sampai saat itu saya masih mengharapkan nilai matakuliah itu satu paket dengan seminar.
Setelah pertemuan itu saya keluar dari kantornya. Dan menunggu kabar itu di lab saya di lantai bawah tanah. Tak tahu entah apa yang membisikkan saya, saya akhirnya ingin bertemu dengan profesor yang memegang kelas seminar pada semester satu. Saya langsung ke kantornya menanyakan tentang itu.
Pada saat itulah dengan tegas dia menjawab bahwa dia hanya mengelola kelas seminar. Dan dia juga bilang bahwa dia dulu pernah mengajurkan saya untuk tetap mengikuti matakuliah Research Method. Ternyata anjuran dia luput dari perhatian saya kala itu. Sekarang jelas sudah, saya harus mengambil matakuliah itu lagi dan meluluskannya.
Akhirnya, pilihan penyelesaian adalah konsultasi dengan ketua jurusan untuk meminta pandangannya. Serta sekaligus penyelesaiannya. Dari hasil musyawarah dengan kajur itu, berbagai solusi bermunculan.
Pertama, saya dianjurkan mengambil saja matakuliah itu tahun depan. Jelas ini berbahaya. Ini adalah mimpi buruk ketika harus mengambil matakuliah di tahun keempat. Kedua, akan dibuatkan kelas lagi semester depan yang seharusnya tidak ada pada semester genap. Muka saya sedikit cerah mendengar berita itu. Kemudian ketiga, saya mengambil matakuliah ini semester ini, tetapi ini belum tentu bisa karena kuliah sudah berjalan beberapa minggu.
Saya lebih cenderung memilih pilihan ketiga karena berbahaya ada nilai “E” di transkrip terlalu lama. Berbahaya untuk perpanjangan beasiswa jika mungkin diperlukan, dan juga proses kandidasi doktor saya akan tersendat karenanya. Namun, pilihan ketiga ini masih menunggu persetujuan administrasi pusat.
Tetapi tidak berapa lama berselang. Pihak jurusan diberi kabar oleh administrasi pusat bahwa saya diizinkan untuk mengambil matakuliah itu di semester ini dengan catatan siap mengejar semua ketinggalan seperti tugas dan lain sebagainya.
Saya menarik nafas lega. Udara yang tadinya seperti membeku sekarang menyegarkan lagi, menyejukkan lagi.
Setelah masalah ini selesai, saya cepat-cepat mengabari profesor saya melalui line. Dengan cepat dia membalasnya, "good job." Dia ikut senang akhirnya masalah saya tuntas.
No comments:
Post a Comment