Sepertinya, satu hal yang harus Anda lakukan sebelum memutuskan jadi-tidaknya Anda kuliah di Taiwan ini adalah, cobalah mendengkleng, tahan, kemudian tarik naik telapak kaki sampai ke pinggang.
Lakukan ini secara bergantian, kaki kiri dan kemudian kanan. Jika Anda tidak terjatuh atau sakit, berarti Anda lulus, dan bisa kuliah di Taiwan.
Pasalnya, saat kita berada di Taiwan ini, akan sering melakukan gerakan sebagai itu. Karena tidak adanya fasilitas tempat berwudu di Taiwan membuat kita harus berwudu di wastafel.
Klimaksnya, pada saat mau mencuci kaki, yang harus dilakukan adalah lihat kiri-kanan, jika tak ada orang, mendengkleng, ambil kaki, tarik dengan tangan ke atas wastafel, dan cuci.
Walaupun terasa tidak nyaman, saya termasuk mahasiswa yang beruntung. Di lab saya ada wastafel setinggi pinggang. Teman saya di lab pun sudah paham apa yang harus saya lakukan sebelum salat. Sehingga saya tidak perlu lihat kiri-kanan saat menaikkan kaki ke wastafel itu. Mereka sudah tidak peduli lagi.
Dulu, saat saya masih malu-malu kucing, saya berwudu di selang air penyiram tanaman di depan gedung jurusan. Saat salah satu profesor yang telah mengenal saya melihatnya, ia menggoda, “Hei, jangan mandi di situ!”
Saya kaget, mengangkat wajah saya yang basah karena basuhan, menjawab, “Saya mau salat, Profesor. Jadi, saya harus membasuh sebagian anggota tubuh saya dengan air.”
Profesor tersenyum, “Saya tahu itu. Saya hanya bercanda denganmu.” Saya tertawa, lega.
Profesor ini tahu perihal apa yang harus dilakukan oleh orang Islam setiap hari. Dia lulusan Amerika, salah satu teman kuliahnya adalah Muslim asal Timur Tengah. Bukan hanya perihal salat, bahkan dia juga tahu bahwa ada bulan tertentu di mana umat Islam tak makan dan minum. Ramadhan.
Boleh dibilang, di kampus saya kuliah sekarang, NKUAS, kamilah mahasiswa Muslim pertama yang mencecap pendidikan di sini. Karenanya, saat kami beraudiensi dengan pihak kampus dan saya “berpidato” bilang bahwa kami butuh dapur karena tidak boleh makan babi, dan juga kami butuh tempat salat, ketua kantor internasional kampus agak berkerut dahinya.
Ia bingung, menanggapi, “Baru kali ini kami melayani mahasiswa Muslim. Ini pengalaman pertama kami.”
Oleh karena itu, dia juga minta maaf kalau ada kurang di sana-sini karena ini adalah pengalaman pertama baginya menghadapi mahasiswa Muslim.
Dan juga dia merasa kesulitan untuk menyediakan dapur karena keterbatasan ruangan yang dipunyai kampus. Sedangkan memasak di kamar asrama sungguh tidak dibolehkan.
Sehingga saat itu terlemparlah wacana darinya untuk menyediakan microwave di setiap kamar asrama yang dihuni oleh mahasiswa Muslim. Tapi, wacana itu hilang begitu saja ditelan angin. Dan kami pun melupakannya.
Lagipula tak berapa lama setelah itu kami telah menemukan warung-warung vegetarian di sekitar kampus. Maka warung itulah sebagai pengganti dapur bagi kami. Lebih-lebih saya, karena sampai sekarang saya masih tinggal di asrama mahasiswa.
Begitu juga tempat salat, tak ada sampai sekarang. Pun saat ada pertemuan dengan mahasiswa Muslim, tak pernah disentuh-sentuh lagi bab itu. Sehingga saya harus salat saja di pojokan sempit lab dan mendengkleng di wastafel saat berwudu.
__________
Hasyiah:
Dengkleng » mendengkleng adalah berdiri dengan menggunakan satu kaki (KBBI).
Kata “sebagai” dalam paragraf ketiga bermakna “seperti” (KBBI)
No comments:
Post a Comment