Saya jadi rindu, ketika dulu, betapa mesranya saya dengan radio kesayangan saya selama hampir lima tahun menimba ilmu di Jogjakarta. Rata-rata stasiun radio di Kota Berhati Nyaman itu bukan hanya menemani orang jaga, tapi juga orang tidur. Non stop, dua puluh empat jam.
Tak jarang, saya tertidur sampai pagi ditemani suara radio yang sengaja saya setel volumenya menjadi sayup-sayup sampai. Level suara yang kalau didengar di malam sepi, masih jelas, dan kalau dibawa tidur pun, juga nyaman. Menjadi suara pengiring tidur.
Bergadang, mengerjakan skripsi atau tesis, disambi dengan mendengar radio, membuat saya betah melek sampai Subuh. Kecanggihan MP3 player yang sudah saya kenal dari tahun 90-an, bagi saya tidak bisa sama sekali menggantikan posisi radio. MP3, sebanyak apa pun jenis lagunya, lama-lama ternyata ya bosan juga.
Menetap lagi di Aceh setelah selesai studi, membuat saya lama terpisah dengan radio. Pernah mendengar sekali dua, tapi hanya sepintas saja. Bahkan tak peduli stasiun radio apa yang sedang saya dengar itu. Hanya menikmati satu atau dua lagu, kemudian pergi.
Baru dalam beberapa minggu ini, entah mengapa, saya tertarik lagi mendengar radio. Sampai-sampai saya membeli sebuah radio kecil. Bentuknya sama saja seperti radio-radio zaman dulu, karena memang saya memilih model yang klasik.
Cuma, ini agak canggih sedikit. Radio ini bisa dicas-ulang. Sehingga tak berbahaya jika pun ia dibawa tidur. Tidak akan kesetrum, karena tak terhubung ke steker listrik. Soal tuning, volume, band, semuanya masih cara lama, pakai tombol putar.
Antena, juga pakai bentuk lama. Antena teleskopik. Tak sampai seminggu terpakai, sudah dipatahkan sama anak laki-laki saya. Saya mencari antena lain. Tapi, habis toko-toko elektronik di Lhokseumawe saya putari, tak ada lagi yang menjualnya. Akhirnya saya pakai kabel sebagai gantinya. Ternyata bisa juga. Suaranya malah lebih jernih. Aneh!
![]() |
Radio baru gaya zaman dulu |
No comments:
Post a Comment