Monday, February 20, 2017

Perkawinan Politik Negeri Keureutoe

Ada informasi baru yang menarik dari Ampon Ramli (keluarga Cut Nyak Meutia) dalam perjalanan ke Alue Kurieng kemarin dulu, 16 Februari 2017, terkait perkawinan Teuku Syamsyarif dengan Cut Meutia. Ini tidak tertulis di buku-buku yang pernah saya baca, tapi saya yakin ini benar.

Ampon Ramli bilang bahwa kehulubalangan empat Pirak yang saat itu dipimpin oleh Teuku Ben Daud, tidak mau tunduk lagi ke Keureutoe yang pada saat itu dipimpin oleh Cut Nyak Asiah yang sudah menandatangani surat penyerahan kedaulatan kepada Belanda.

Oleh karena itu, lanjut Ampon Ramli, Cut Nyak Asiah melamar Cut Meutia untuk menjadi istri salah satu anak angkatnya, Teuku Syamsyarif, yang memang telah dipersiapkan untuk meneruskan kepemimpinan Keureutoe. Hal ini dilakukan untuk merekatkan kembali hubungan yang telah merenggang itu.

Memang itu terwujud, Teuku Ben Daud menerima pinangan itu dan Cut Meutia berhasil dipersunting oleh Teuku Syamsyarif. Walaupun akhirnya mereka dipisahkan karena tidak ada kesesuaian ide dalam hal bekerjasama dengan Belanda. Cut Meutia dan keluarganya begitu anti-Belanda. Sebaliknya, Teuku Syamsyarif dan Ibu angkatnya memilih menandatangani surat perjanjian pendek (korte verklaring) sebagai pengakuan kedaulatan Belanda atas negeri Keureutoe.

Sempat terputus hubungan keluarga dengan hulubalang empat Pirak akibat perceraian itu, Teuku Cut Muhammad, adik Teuku Syamsyarif, menghubungkan lagi tali yang sempat terputus itu dengan mempersunting Cut Meutia.

Dengan itu, maka Keureutoe terhubung lagi secara kekeluargaan dengan hulubalang empat Pirak. Karena sama halnya dengan Teuku Syamsyarif, Teuku Cut Muhammad juga dibesarkan oleh Cut Nyak Asiah. Tapi Teuku Cut Muhammad memilih melawan Balanda.

Teuku Syamsyarif dan Teuku Cut Muhammad adalah kemenakan Cut Nyak Asiah dari saudaranya Teuku Ben Beureughang, Blangjruen.

Pernikahan yang kedua itu memang kelak membantu Cut Nyak Asiah ketika dibebankan oleh pemerintah Belanda untuk membujuk pasangan Cut Nyak Meutia-Teuku Cut Muhammad agar turun gunung.

Pada hakikatnya mereka tidak mau turun gunung dengan bujukan bagaimana pun. Namun, ketika Cut Nyak Asiah diancam buang ke Batavia jika tidak sanggup menurunkan mereka, maka saat itulah Teuku Cut Muhammad dan istrinya Cut Nyak Meutia memutuskan menyerah kepada Belanda demi ibu angkatnya.

Tapi setelah itu Belanda telah berbuat kesalahan besar dengan memfitnah Teuku Cut Muhammad bahwa dia terlibat dalam penyerangan marsose di Meunasah Merandeh Paya yang dilakukan oleh Petua Dolah. Akibatnya, Teuku Cut Muhammad dihukum tembak di Lhokseumawe setelah pengadilan yang tak adil.

Berangkat dari kejadian itu, maka berkobarlah lagi semangat jihad pejuang-pejuang yang dulu pernah menjadi pengikut Teuku Cut Muhammad, melebihi yang sudah-sudah. Berkumpullah mereka di rumah Cut Nyak Meutia dan memutuskan untuk naik gunung lagi, berperang gerilya lagi.

Belanda harus membayar mahal atas kesalahan itu dengan bertambah panjangnya perang sampai tahun 1919, yang berakhir dengan turunnya Teuku Raja Sabi (anak Cut Nyak Meutia) secara resmi ke Blangjruen dan dilaporkan ke kontroler Balanda di Lhoksukon oleh uaknya, Teuku Chik Syamsyarif.

No comments:

Post a Comment