Tuesday, March 14, 2017

Jual Ijazah dan Kesopanan Terhadap Guru

Saya dan mantan mahasiswa saya pada suatu hari secara kebetulan bertemu. Dia sekarang sudah sukses dengan mendapatkan pekerjaan sebagai abdi negara di bidang keamanan.

Namun, kesuksesannya itu bukan dengan ijazah kuliahnya, melainkan dengan ijazah SMA. Makanya saat bertemu saya, setelah kami saling bertukar kabar, ia bertanya, "Ada orang perlu ijazah D3 tidak, Pak? Biar saya jual saja ijazah itu. Tak berguna."

Saya sebagai mantan dosennya menjadi tak enak hati mendengarnya. Lebih-lebih ia mengucapkan itu di hadapan orang-orang yang telah mengetahui bahwa saya adalah mantan dosennya.

Tapi saya berusaha tenang, tersenyum, menanggapi, "Jangan dijual. Siapa tahu ke depan nanti diperlukan. Sekarang disimpan saja baik-baik. Semua akan berguna pada waktunya."

Saya memang akrab dengan mahasiswa saya, baik di saat mereka masih kuliah maupun setelah lulus. Bahkan banyak dari mereka lebih akrab lagi setelah lulus.

Dan, abang ipar saya, adalah mantan mahasiswa saya yang menjadi teman akrab setelah ia lulus, yang pada akhirnya ia merestui adiknya saya kawini dan saya memanggil abang kepadanya.

Cuma masalahnya, keakraban dosen-mahasiswa kerap mengusik sekat di antara mereka yang seharusnya tidak boleh dilanggar oleh seorang murid. Yaitu sekat akhlak seorang murid kepada gurunya, sekalipun sudah mantan.

Saya, biarpun sudah tua begini, masih tetap menjaga sekat tersebut. Tentu bagi yang mengenal saya langsung, mungkin akan tahu bagaimana perilaku saya kepada "mantan" guru-guru saya mulai dari SD sampai perguruan tinggi. Begitu juga halnya kepada guru ngaji saya.

Saya bilang ini bukan berarti saya minta dihormati, lo, ya. Bukan itu maksud saya. Tapi apa yang saya sampaikan ini adalah kaidah umum bagaimana seharusnya seorang murid berperilaku terhadap gurunya. Lebih-lebih kita sebagai Muslim, ada aturan tertulis untuk itu.

Tak perlu jauh-jauh, dalam kitab tipis bernama "Taisir Khallaq", yang di pesantren lebih populer dengan nama "Taisir Akhlaq", di situ bahkan ditulis bahwa memuji kehebatan guru lain di depan guru kita, tidak dibolehkan. Karena itu bisa membuatnya malu. Nah, kalau itu saja tidak boleh, bagaimana yang lain yang lebih parah lagi? Tentu jangan sekali-kali dilakukan.

Termasuk di sini adalah bilang ingin menjual ijazah di hadapan guru yang telah mengijazahkan kita. Ini sama artinya dengan bilang kepada guru bahwa ilmu yang telah diberikannya sungguh tak berguna dan harus dibuang jauh-jauh!

No comments:

Post a Comment