Tuesday, August 1, 2017

Bagaimana Orang Taiwan Menghormati Gurunya

Pernah saya dengar, orang Jepang sangat menghormati guru-gurunya. Tapi saya belum pernah ke negeri Kaisar itu. Sedangkan Taiwan, sampai awal 2013 saya belum mendapatkan informasi tentang bagaimana orang Taiwan menghormati gurunya.

Namun, sejak Oktober 2013 saat pertama kali saya menjejakkan kaki di negeri Formosa ini, semua itu tersingkap. Orang Taiwan ternyata juga sangat menghormati guru-gurunya. Ini awalnya saya ketahui ketika menelisik riwayat hidup profesor saya.

Profesor saya adalah lulusan National Cheng Kung University (NCKU), salah satu universitas ber-rating tinggi di Taiwan. Namun, ketika ia memilih berkarir di dunia akademis setelah selesai studinya di negeri Paman Sam, ia tidak mau kembali ke almamaternya.

Alasannya cukup simpel, ia merasa tak enak terbalut berkelindan dengan guru-gurunya yang harus ia hormati dengan merunduk sambil berucap “laoshi hao” setiap kali bertemu. Biar lebih bebas dan leluasa dalam bekerja, ia akhirnya memilih berkarir di National Kaohsiung University of Applied Sciences (NKUAS), universitas di mana saya mendapatkan gelar doktor ini.

Begitulah, guru-guru di sini begitu dihormati. Profesor saya itu memilih institusi lain karena ditakutinya akan sampai berdebat atau berselisih paham secara frontal dengan guru-gurunya. Ini artinya, “tidak menghormati guru” adalah pilihan yang harus dijauhi di negeri ini.

Begitulah pula kami menghormatinya sebagai profesor kami, pembimbing kami, guru kami. Setiap ia masuk ke lab saat rapat umum lab, kami semua anak-anak didiknya berdiri, dan duduk lagi setelah ia duduk di kursinya. Begitu pula di tempat lain, jika kami sedang duduk meriung di suatu tempat dan profesor kami lewat, kami semua berdiri sambil bilang “laoshi hao” dan duduk lagi setelah ia lewat.

Penghormatan terhadap guru seperti ini di Aceh hanya saya temui di pesantren. Jika kyai datang, semua santri berdiri, dan duduk lagi setelah kyai duduk. Oleh karena itu, saya terkagum-kagum melihat anak-anak Taiwan menghormati gurunya sebagaimana saya menghormati kyai saya di pesantren.

Apakah mungkin ini yang mengakibatkan ilmu orang Taiwan menjadi cukup berkah? Sehingga kita, saya, harus meninggalkan kampung halaman untuk mengais-ngais ilmu di negeri mereka ini?
__________
Hasyiah:
Meriung: (duduk) berkumpul (KBBI)
Laoshi hao: “Laoshi” artinya guru, “hao” artinya baik. Sejenis salam dalam bahasa China ketika bertemu dengan seorang guru.

No comments:

Post a Comment