Thursday, August 3, 2017

Bumi Bulat Milik Siapa?

Kemarin dulu (31 Juli 2017) ada teman yang melontarkan pertanyaan yang membuat saya bingung harus jawab apa. Yaitu ia meminta pendapat saya tentang apakah bumi itu bulat atau datar.

Duh, ini adalah pertanyaan yang tidak saya harapkan sama sekali. Saya lebih suka menghindar dari pertanyaan ini dari tahun satu sejak ia mulai digembar-gemborkan.

Alasan saya cukup sederhana, saya belum pernah terbang sedemikian tinggi sehingga bulatan bumi nyata terlihat bagi saya. Paling saya terbang naik pesawat, itu pun masih di ketinggian sekitar 25 ribu kaki, bumi masih terlihat datar pada ketinggian tersebut.

Namun, kami sangat meyakini bahwa bumi itu bulat karena itu diungkapkan secara ilmiah, dan kami sebagai astronom amatir sudah lama mempelajari itu. Algoritma-algoritma astronomy yang panjangnya bisa sampai meteran itu sudah menjadi makanan kami sehari-hari sebagai pencinta astronomi.

Tapi uniknya, kami yang setiap hari bergelut dengan astronomi tidak pernah mempermasalahkan teori kebulatan bumi itu. Justru anehnya, orang-orang yang tidak mengerti astronomilah yang banyak mempermasalahkannya.

Asyiknya lagi, kita-kita yang mengerti astronomi ini dituduh sebagai orang yang kena tipu oleh Barat dengan konsep bumi bulat mereka. Saya ulangi lagi, “ditipu oleh Barat dengan konsep bumi bulat!”

Wah, wah, wah. Ini yang menarik. Dek, Pak, Bu, asal tahu saja, konsep bumi bulat itu berasal dari Islam. Bukan dari Barat. Justru Baratlah yang mengadopsi itu dari kita. Bukan sebaliknya.

Ketika dunia Islam sudah jaya-jayanya dalam sektor ilmu pengetahuan di awal abad ke-8, Barat itu masih di era kegelapan. Saat itu mereka masih terkagum-kagum dengan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam.

Sama halnya seperti kita sekarang yang terkagum-kagum kepada mereka, begitulah mereka dulu ketika melihat kita. Pada masa kejayaan Islam itulah Albattani dan selanjutnya Albiruni menemukan bahwa bumi itu bulat.

Barat itu baru berkembang ketika revolusi budaya dan pemikiran secara besar-besaran terjadi di tahun 1517, yang dikenal dengan gerakan Renaisance (kelahiran kembali).

Gerakan ini berupa kesadaran bahwa ilmu pengetahuan dan kebebasan berpikir harus digalakkan untuk melepaskan diri dari kungkungan era kegelapan ke era kecerahan (aufklarung) sebagaimana nyata terlihat di dunia Islam kala itu.

Mulai saat itulah Barat berkembang. Buku-buku ilmu pengetahuan dari Islam diterjemahkan ke bahasa-bahasa Barat. Sebagaimana dulu dunia Islam banyak menerjemahkan buku-buku Yunani ke bahasa Arab.

Sayangnya, di saat gerakan Renaisance memajukan dunia Barat, di dunia Islam justru timbul gerakan-gerakan yang memerosotkan ilmu pengetahuan. Maka jadilah seperti yang kita alami sekarang ini. Islam terpuruk jauh di bawah Barat.

Entah kapan Renaisance versi Islam akan dimulai. Jika melihat eskalasi perdebatan bumi datar apa bulat, sepertinya kita bukan sedang mendekat, tapi justru menjauh dari “Renaisance” kita.
__________
Hasyiah:
Eskalasi: kenaikan; pertambahan dalam volume, jumlah, dan sebagainya (KBBI).

No comments:

Post a Comment